Chat

Minggu, 17 April 2011

Pick Your Own Stare

free glitter text and family website at FamilyLobby.com

Jadi tema kita hari ini adalah sudut pandang. Well, gue emang suka ngebahas masalah-masalah sosial yang sering jadi pernyataan.

Mungkin kita sering banget denger pepatah "Don't Judge a Book by Its Cover". Tapi yang jadi pertanyaan, apa anda sudah benar-benar mengaplikasikannya dalam kehidupan anda ?? Seringkali orang-orang memberikan nasehat kepada yang lain mengenai pen-judge-an ini. Namun saya yakin, anda tidaklah sadar bahwa anda bahkan belum menerapkannya dalam kehidupan anda, iya bukan ??

Okay, hal ini lah yang terjadi belakangan pada teman-teman saya. Sedikit bercerita, saya SMP di Medan Sumatera Utara, bukan di Kota Jakarta yang metropolitan ini. Memang sebelumnya, saya pernah berdomisili di Jakarta, namun pekerjaan Papa, yang menuntut kami hidup berpindah-pindah. Ada banyak pengalaman yang pernah saya alami. Mulai dari "Bombe", yang merupakan tradisi di Makassar, Sulawesi Selatan, daerah yang pernah saya tempati selama 1 tahun untuk melanjutkan studi saya di jenjang kelas VI SD. Pada tradisi itu, saya menjadi "Public Enemy" di kelas V.I. Naas sekali bukan ? Saya yang seorang anak baru dan tak mengerti apa-apa harus dimusuhi teman sekelas hanya karena saya murid baru dan dianggap sebagai saingan baru. Hampir tidak ada yang bahkan mau berteman dengan saya, kesalahan saya selalu saja dicari-cari. Untungnya masih ada sekelompok orang dari kelas lower (bukan masalah ekonomi, namun masalah peringkat di kelas) yang mau berteman dengan saya. Di sana saya bertekad, saya tidak akan menjadi sesuatu kalau saya tidak berani mengambil resiko terbesar. Saya mencoba dan berusaha keras untuk bisa menembus tembok rasis yang ada dalam kelas unggulan tersebut, hingga lambat-laun saya bisa menjadi bagian dari mereka. Dan bonusnya, saya pun berhasil setidaknya mendapatkan peringkat 10 besar paralel. Sebuah pencapaian yang menarik bukan ? Di situlah letak pelajarannya, saya mulai memahami bagaimana karakter orang Makassar. Pada dasarnya sifat individualisme mereka sangat tinggi, namun kalau kita berhasil merubuhkannya, mereka bisa menjadi orang yang cukup bersahabat. Hingga satu tahun berlalu, saya pun pindah ke Medan, apa yang anda pikirkan saat mendengarkan kata Medan ?? Batak ? Kasar ? Jahat ?? Apa ??

Yah kedengarannya memang tidak baik. Namun hey, jangan melihat sebatas itu saja. Ada banyak lapisan yang perlu kita telaah lebih dalam mengenai Medan. Selama kurang lebih 3 tahun saya tinggal di sana, saya mulai memahami sifat dasar mereka. Sungguh, mereka orang yang amat sangat ramah dan jauh dari kata kasar. Mungkin kover-nya menunjukkan kegarangan dan semacamnya. Namun kenyataanya sangat bertolak belakang. Mereka amat sangat toleransi dalam hal perbedaan. Mereka juga selalu tulus dalam berbuat, mereka setia kawan, mereka hidup dalam dunia mereka tanpa peduli apa kata orang, mereka hebat ! Yang saya suka dari orang Medan adalah mereka sangat setia kawan, jika anda ingin mencari sahabat, saya pikir Medan adalah tempat yang tepat. Saya juga bertemu dengan berbagai etnis disana. Termasuklah di dalamnya orang Aceh, saya berteman dengan sangat banyak orang Aceh, dan mereka juga punya karakter yang sangat berbeda dengan orang Medan. Sebetulnya, secara kultur, orang Medan lebih cenderung ke-melayu-melayu-an dibandingkan ke-batak-batak-an. 

Suatu hari, teman saya berkata dalam logat Medannya, " Ci, hati-hati kau ya, ntar ke Jakarta, pergaulan di sana kan bebas kali..."
Dengan sabar dan senyum sejuta watt saya berkata, "Jangan menggeneralisasi suatu kaum, we even haven't know yet :) "

Generalisasi, mengapa kita sering melakukannya ? Karena kita belum paham. Kita belum tahu kenyataannya, kita hanya tahu sekedar pengetahuan umum yang terbatas melalui berbagai media. Seperti sinetron dan lain-lain. Namun pada kenyataannya, setelah saya merasakan kehidupan SMA di Jakarta selama kurang lebih 10 bulan. Kelompok-kelompok "wow" itu memang ada, namun eksistensi mereka pun sama sekali tak mengganggu. Kita warga Jakarta hidup berdasarkan interest tersendiri. Tak perlu khawatir mengenai derasnya arus globalisasi di Jakarta, masih amat sangat banyak kelompok yang mungkin sesuai dengan pandangan hidup kita.

Yang membuat saya kagum selama bersekolah di SMA Negeri di Jakarta ini adalah cukup banyak populasi wanita berjilbab di sekolah. Pada awalnya saya cukup takut untuk masuk ke sekolah negeri, lantaran sebelumnya saya selalu bersekolah di Sekolah Islam (kecuali TK dan SD tahun awal), yang pada intinya kepribadian saya banyak terbentuk dalam lingkungan yang Islami. Sehingga saya cukup canggung. Namun, setelah saya lihat, rupanya ada sangat banyak murid perempuan yang mengenakan jilbab. Sedangkan saat saya bersekolah di SMP, yang notabene SMP-nya bertajuk Islam, saya hanya satu-satunya alumni Reguler yang mengenakan jilbab. Hari perpisahan saat itu terasa benar-benar aneh, karena yaaah saya berbeda sendiri. Saat saya SMP di Medan pun, keadaan Masjid sering sekali lengang sepi tak berpengunjung. Sedangkan saat saya bersekolah di SMA Negeri di Jakarta, Masjid selalu padat saat Salat Dzuhur, sampai terlihat sesak dan memang sesak. Sungguh keadaan yang kontras dengan titelnya sebagai sekolah negeri.

Lalu bagaimana pendapat orang Jakarta mengenai Medan ?

Suatu hari teman saya dengan logat Jakartanya bertanya, " Oh.. Ci jadi lo dari Medan ? Bisa Bahasa Batak nggak ? Ehh... Medan tuh gimana sih ? Enak nggak disana ? Orangnya kasar-kasar ya ? Ada Mall nggak tuh ?"
Wajar saja dia bertanya ada Mall atau tidak, karena yah mungkin Medan terkenal sebagai pusat budaya untuk wilayah Sumatera.
Dengan sabar dan senyum tulus saya menjawab, "Iya, gue emang dari Medan, Gue nggak bisa Bahasa Batak, cuma logat Medan sih bisa, tinggal disana gimana ya ? Enak sih, soalnya orangnya juga pada baik-baik, soal Mall ya ada lah, lu kate Medan daerah pedalaman ?! Ya kagak, Medan pan termasuk 5 kota besar di Indonesia :)"

Di ditulah point-nya. Mereka sangat excited dengan daerah yang mungkin tidaklah semetropolitan kota Jakarta. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, orang Medan benar-benar sangat ramah dan terbuka. Banyak sekali sifat orang Medan yang saya sukai. Dan hal itu membuat saya betah tinggal disana. Terbukti, semua anggota keluarga saya pun berkata hal yang sama.

Jadi, dimanakah letak kesalahan anda ? Yah, mungkin anda belum terlalu mendalami dan memahami karakteristik sebuah daerah. Lantas apa yang harus anda lakukan ? Jangan men-stereotype daerah tersebut terlebih dahulu. Stop berbicara, dan cari tahu dulu kebenarannya. Ada sangat banyak misteri karakteristik yang mungkin belum anda ketahui. Cari tahulah semuanya, sebelum terlambat. Karena pengalaman memahami budaya lain merupakan hal yang menarik dan tak akan pernah terlupakan seperti halnya yang telah saya alami.

Pesan saya, singkat saja " Don't Judge a Book by Its Cover..."


Thank you for your attention and See you soon *smooch*

Regards,



Suci McGregory binti Choi