Chat

Jumat, 29 April 2011

[Oneshot/Angst] ..:Last Sacrifice:.. - Fanfic -

free glitter text and family website at FamilyLobby.com

Tittle  :  Last Sacrifice
Author  :  Suci Salimah Giani
Genre  :  Angst, Romance *gatot*
Rating  :  T
Cast  :  Yabu Kouta, Kojima Chiaki (OC)
Disclaimer  :  I do not own Yabu Kota, Yabu Kouta belongs to his parents, JE, and of course God. I just own the OC, and this story.
Back song  :  I’ll stand by You - Carrie Underwood
A/N  :  Fanfic berikut merupakan fanfic debut saya jaman-jaman baheula dulu hehe :) Jadi mohon maaf atas segala kecacatan. Saran author cukup satu : Sedia Baskom Sebelum Muntah. Enjoy !

..: Last Sacrifice :..

Loving you at all time…
Is the most precious thing for me…
There will be no more meaningful regrets…
Cause I really-really love you…
More than you could imagine…

Gadisku. Aku tak tahu mengapa cintaku mampu mengalir begitu saja. Tak kuat menahan rasa cinta yang bergejolak. Teriris jiwaku melihatmu menitikkan air mata. Ingin ku berikan jiwaku padamu. Tak tahukah kau betapa aku mencintaimu. Betapa aku ingin menangis untukmu, tanpa membiarkan kau menangis di hadapanku. Keinginan untuk membuatmu bahagia, sesulit inikah jalan yang harus kulalui.

Tersiksanya diriku, saat sadar kau telah kecewa terhadapku. Saat mengalami hal yang menyakitkan, hendak rasanya menangis sekeras-kerasnya. Ingin kutunjukkan betapa sedihnya aku saat itu. Namun jiwaku terlalu lemah untuk melihatmu bersimpati terhadapku. Tak akan kubuat kau menyadari betapa lemahnya aku saat itu.

Oh why you look so sad…
The tears are in your eyes…

Gadisku. Entah apa yang kulupakan. Kecewanya diriku saat ini. Kau terlihat sungguh menyedihkan. Butuhkah kau lebih banyak kehangatan. Tak berpikirkah kau, hanya aku yang mampu memberimu kehangatan. Namun jika memang kau harus menangis, menangislah. Kau adalah gadis yang kubanggakan, tak perlu malu. Aku akan selalu menerimamu apa adanya. Lebih baik kau menangis. Dibandingkan kau merasa sesak menahan tangis. Rasanya itu jauh lebih menyakitkan, layaknya apa yang kurasakan saat ini.

Come on and come to me now…
Don’t be ashamed to cry…

Gadisku. Sadar, sungguh aku sadar. Tidaklah dirimu sempurna seperti apa yang orang lain lihat. Sisi gelapmu yang tersembunyi. Menjijikkan bagi kebanyakan orang. Namun, di mataku itulah kelebihanmu. Kelebihan yang membuatku semakin mencintaimu. Oh- konyolnya aku saat ini, meraung di dalam hati. Karena sadar betapa aku mencintaimu. Mencintaimu, mencintaimu, oh- betapa aku mencintaimu.

Let me see you through…
Cause I’ve seen the dark side too…

“Chiaki-san, ada apa denganmu?”, tanyaku ragu-ragu sambil terus mendekapmu dalam pelukanku.

Tak mampu aku melepaskanmu. Dan membiarkan dirimu yang begitu rapuh. Berubah menjadi abu akibat tangisanmu yang menggema. Lihatlah gadisku, baju hijau pemeberianmu ini, telah basah karena tangisanmu yang menjadi-jadi. Tanpa ada sedikitpun keberatan, kurelakan dadaku menjadi sandaranmu. Ceritakanlah segalanya, izinkanlah aku mendengar kisahmu. Berbagilah bersamaku, dan niscaya ringanlah bahumu.

Di bangku taman tempat kita bersama. Tempat kita saling merajut kasih. Tempat dimana aku mendengar tangisanmu. Tangisan yang hanya kau perdengarkan untukku. Tempat ini pulalah yang menjadi saksi bisu, betapa banyak yang telah kukorbankan untukmu. Tempat ini pun merupakan tempat dimana aku menjadi satu-satunya pahlawan bagimu.

Betapa gelapnya tempat ini, kuyakin tak akan ada yang mampu melihat tangisanmu. Menangislah kau disini, bersamaku yang selalu setia di sampingmu. Hanya sebuah lampu tiang yang tinggi semampai menemani peristiwa kita ini. Cahayanya yang mulai redup, bukanlah pertanda yang berarti. Tak akan kubiarkan, cintaku meredup layaknya bohlam kuning itu. Tiang besinya yang mulai berkarat dan nampak sangat rapuh.

Sadarkah kau akan hal itu. Tak akan kubiarkan pula cintaku berkarat dikikis waktu. Kuyakinkan padamu, bahwa… Aku akan selalu mencintaimu, oh~ Gadisku.

“Seseorang mengancamku Yabu-kun, aku tak mampu melawannya…”, jawabmu pelan dengan air mata yang terus membuliri pipi meronamu.

“Siapa? Siapa yang berani mengancammu?”, tanyaku pelan. Rasanya likuid-likuid bening itu hendak meledak dari kedua mata sipitku. Tidak oh~ tidak, kumohon jangan sekarang.

“Seorang pria datang ke hadapanku, dan…”, penuh keraguan kau menjawab pertanyaanku.

Oh gadisku. Gerangan apa yang sedang mengganggu pikiranmu saat ini. Mengapa kau menjadi seorang peragu. Aku kekasihmu, gadisku. Tak kan pernah ada keraguan dalam dirimu -seharusnya. Beritahulah aku sedikit, aku ingin membantumu. Aku terlalu mencintaimu, gadisku. Katakanlah, sulitkah bagimu untuk menceritakan perihal masalah tersebut. Aku ingin mendengar pernyataanmu.

“Dan apa?”, lanjutku memburumu.

“Aku tak tahu apa yang harus kulakukan, aku sungguh takut…”, isak tangis tetap saja mengiringi setiap kata yang kau ucap.

When the night falls on you…
You don’t know what to do…

Berhentilah seperti ini. Aku ingin kau lebih banyak tersenyum. Tunjukkan senyummu itu sekarang. Tapi apa yang harus aku lakukan. Aku tak mau berlama-lama melihatmu seperti ini. Sungguh aku merasa bersalah. Bisakah kau berhenti membuatku kacau seperti ini. Apa aku harus menelan pahitnya lumpur yang ada di sepatumu?

Beritahu aku, satu kata saja. Apapun akan lakukan, aku berjanji padamu. Katakan apa yang kau maksud. Aku tak akan marah, jika kau tiba-tiba menusukku. Dan cintaku, tak akan pernah berkurang sedikitpun. Karena aku terlalu mencintaimu, oh~ gadisku.

Nothing you confess…
Could make me love you less…

“Yabu, kau bahkan muridku, tapi mengapa kau bersikap lebih dewasa dibanding aku ?”, kau bertanya padaku.

Haruskah aku menjawab pertanyaanmu. Seingintahu itu kah kau saat ini. Apa kau tidak akan merasa kecewa atas jawabanku kelak. Jika aku menjawabmu jujur, lantas bisakah kau tersenyum. Mungkinkah hal itu terjadi? Aku bersikap seperti ini padamu karena…

“Aku mencintaimu, sensei. Lebih dari yang kau kira”, jawabku tegas. Namun, apakah kau mendengar perkataanku ini.

“Yabu, kau begitu baik. Aku sungguh tak tega terhadapmu…”

Tega, apa maksudmu gadisku. Kau bahkan tak pernah mengecewakan aku apalagi menyakitiku. Namun,mengapa kau katakan itu padaku. Kesalahan apa yang pernah kau buat, bahkan tak pernah kusadari. Aku selalu merasa nyaman di sampingmu. Mendengar kau sudah senang saja, mampu menghilangkan penyakitku. Tak perlu kau segan terhadapku. Ingatlah, tak akan pernah aku mengecewakanmu secara sengaja. Aku terlalu ingin berkorban untukmu. Maka tak perlulah kau merasa bersalah. Cukup. Cukup diriku yang merasakannya.

I’ll stand by you…
I’ll stand by you…
Won’t let nobody hurt you…

“Yabu…”, lanjutmu pelan.

Astaga, mendengarmu menyebutkan namaku saja. Aku sudah sangat senang. Aku sungguh merasa bangga, kau menjadi kekasihku. Gadisku, bisakah kau menyebutkan namaku sekali lagi. Berikanlah sedikit kesegaran pada kedua telingaku. Kuharap kau mau menyebutkan namaku sekali lagi. Dan izinkanlah aku menjadi pengawalmu.

Berdiri di sampingmu hingga akhir hayatku. Agar aku dapat selalu mendengar  suaramu. Mendengarmu mendengung-dengungkan namaku. Hingga mulutmu berbuih dan ajal menjemputmu. Semoga Tuhan, memanjangkan umur kita berdua. Karena aku tak mampu bila harus jauh darimu. Gadisku oh~ gadisku.

I’ll stand by you…

“Apa kau akan terus mencintaiku?”, lanjutmu.

“Sensei, apa yang sedang kau katakan?”, tanyaku penuh dengan tanda tanya.

Kau menahan lembut bibirku. Mencegahku melanjutkan kalimat yang hendak kuselesaikan. Jarimu terasa begitu lembut di bibirku. Terus saja kau menggelengkan kepalamu. Seakan pertanda kau tak ingin aku berkata-kata lagi. Lembutnya desir angin, menghantarkan nafasmu menyapu wajahku.

Oh~ gadisku kau sungguh membuatku bingung. Aku tak mampu berpikir lagi. Kepalamu terus saja tertunduk, tak mampu menunjukkan paras cantikmu. Seburuk itukah dirimu saat ini? Gadisku~ dengarlah eranganku.

So if you’re mad get mad…
Don’t hold it all inside…
Come on and talk to me now…
Hey, what you got to hide…
I get angry too…

“Aku hanya terlalu takut…”, lagi-lagi kau bergurau.

“Beritahu aku…”, pintaku lembut.

“Apa kau akan memaafkanku?”, tanyamu semakin membingungkan.

Kulihat sekilas wajahmu yang terus saja tertunduk. Apakah salahmu hingga kau meminta maaf dariku? Gadisku~ sungguh kau tak pernah berbuat salah. Tenanglah, aku akan selalu bersamamu.

“Tentu saja, lagipula kau tidak pernah berbuat salah terhadapku”, jelasku mencoba menenangkanmu.

“Tidak Yabu … tidak … aku sedang bingung saat ini”

“Aku di sini, di sampingmu, senantiasa membantumu…”, lanjutku tak kalah tenang.

When you’re standing at the crossroads…
And don’t know which path to choose…
Let me come along…
Cause even if you’re wrong…

Sebingung itukah kau saat ini. Lantas apa yang tengah kau bingungkan, ceritakan padaku. Aku selalu siap mendengarmu. Tak kubiarkan kau menunggu lebih lama, itu mengapa aku tetap duduk di sampingmu saat ini. Akan kuberikan kau yang terbaik. Kumohon padamu ceritakanlah padaku.

Aku belum sekuat itu untuk melihatmu terus menangis. Terlebih kini wajahmu terlihat sungguh pucat. Apa air mata dan hujan itu sama? Apa air matapun mampu membuat suhu tubuhmu naik? Jangan sampai virus-virus itu merayapi tubuh lemahmu. Wahai~ virus-virus, masuklah kalian ke dalam tubuhku. Dan jangan sama sekali kalian menyentuh tubuh gadisku.

“Yabu, kau tahu Masahiro-sensei sangat menyukaiku…”, jawabmu diiringi isak tangis.

“Oh~ maksudmu psikopat gila itu?”, tukasku menjelaskan lebih tebal.

“Jangan berkata asal seperti itu…”, kau terdiam sejenak, “Lelaki itu…”

“Apa? Ada apa dengan pria sialan itu? Apa dia yang mengancammu?”, tanyaku tegas dengan nada sedikit marah.

“Iya…dia mengancamku, dia berkata… oh~ aku sungguh takut”, derai air mata tetap saja mengalir di kedua belah pipimu.

Kau memelukku erat. Isak tangis masih saja terdengar di sela-sela keheningan malam. Apa pelukan ini dapat mengurangi bebanmu. Lantas, peluklah aku lebih erat. Kalau perlu, hingga aku tak mampu bernafas, dan meninggal di pelukanmu.

Rambutmu yang panjang dan hitam legam, menutupi wajah sendumu. Gemertak gigimu terdengar jelas sekali di sepasang telingaku. Oh~ bisakah kau menghentikan ini semua.

I’ll stand by you…
I’ll stand by you…
Won’t let nobody hurt you…
I’ll stand by you…

“Yabu…”, kau bersuara pelan.

“Apa?”, tanyaku hampir tak terdengar.

“YABUUUU~……”, kini jelas kulihat kau berteriak tak kuat.

Terlihat sekali kau hendak mengeluarkan sesuatu yang tengah kau tahan. Teriakan paraumu yang diiringi derasnya air mata. Membuatku semakin tersiksa. Kau meraung-raung di hadapanku layaknya orang yang lepas kendali. Terus saja kau memukuli bangku hijau yang tengah kau duduki saat ini. Tapi mengapa pukulan itu nampak begitu lemah. Sesakit itukah dirimu saat ini?

“Chiaki-san, aku di sini…”, aku menggamit kedua bahumu pelan, dan menatap kedua mata indahmu, “ceritakanlah segalanya padaku…”

Take me in into you darkest hour…
And I’ll never desert you…
I’ll stand by you…

“Dia hendak membunuhku… jika aku tetap menjadi kekasihmu…”, lanjutmu mulai mencoba menceritakan segalanya padaku.

Diam- sejenak. Tak ada tanggapan sama sekali sejauh ini. Otakku terus saja berputar. Rasa kaget masih saja meliputiku, terutama saat mendengar pernyataan pahitmu itu. Oh Tuhan~ kuharap waktu benar-benar berhenti saat ini. Hingga menghapus rasa takut di kedua hati kami.

“Apa tidak ada jalan lain?”, tanyaku di sela-sela isak tangismu.

“Ada, tapi…”, kau nampak begitu ragu melanjutkannya. Apa yang sedang terjadi, Chiaki?

Sungguh aku penasaran. Apa yang akan kau katakan selanjutnya. Jalan lain itu, apakah jalan lain itu? Bisakah kau menceritakannya padaku? Aku akan selalu membantumu. Senantiasa berdiri di sampingmu. Akan kuusahakan yang terbaik demi kau ~ Gadisku.

And when, when the night falls on you, baby…
You feeling all alone…
You won’t be on your own…

“Katakan padaku, kumohon…”, pintaku halus seraya menggenggam kedua tangan indahmu.

“Aku harus membunuhmu…”, kau menangis lagi. Mengapa ini menjadi jalan lain yang harus terjadi? Sungguh dadaku terasa sesak saat ini. Namun...

“Kalau memang itu jalan lain yang kau maksud, lakukanlah...”, nafasku sesak saat aku harus mengatakan hal ini.

“Yabu… kau tahu bukan, bahwa aku belum pernah sekalipun bertemu dengan orang tuaku, dan aku masih ingin mencari mereka…”, ujarmu pelan nampak mengalihkan perhatian.

“Ya… aku tahu itu, lantas?”, tanya masih saja kulontarkan.

Apakah maksud dari perkataanmu baru saja? Aku harap ada secercah harapan di ujung sana. Namun, jika memang aku harus mengorbankan nyawaku. Aku tak mengapa. Justru bagiku, ini merupakan prestasi yang sangat membanggakan. Bunuhlah aku, Chiaki. Lebih baik aku meninggalkanmu, lebih baik aku yang bertemu dengan malaikat maut terlebih dahulu. Toh, kita akan bertemu nantinya, di Surga.

I’ll stand by you…
I’ll stand by you…
Won’t let nobody hurt you…
I’ll stand by you…

“Lantas… ?”, seraya mengambil pisau lipat dari saku celanamu. Oh Gadisku~ keterpaksaan yang sungguh menyakitkan terdengar jelas dari perkataanmu.

“Terserah padamu, aku siap…”, aku menjawab dengan tegas. Pertanda tak ada lagi keraguan dalam hati dan perkataanku. Lantas kurentangkan kedua tanganku. Kutadahkan kepalaku menatap langit malam, dengan mata terpejam. Aku siap, Chiaki…

“Yabu… Gomen nasai…”

Pisau itu tepat menusuk bagian belakangku. Kau memelukku dingin, namun kau juga menusukku. Tahukah kau betapa sakitnya diriku, saat ditusuk oleh kekasih sendiri. Tidakkah kau melihat darah yang mengalir di pisau dan lenganmu itu. Indah, sungguh indah. Itu merupakan darah yang sangat berharga. Darah dari pengorbanan seorang pria terhadap wanita yang dicintainya.

Tubuhku kian melemah, hingga tak mampu menahan keseimbangan. Aku terjatuh dari dekapan dinginmu. Merosot, menyusuri dinginnya aspal malam. Sungguh kematian yang tragis. Darah pun tak kunjung berhenti mengalir. Menyusuri lekuk-lekuk aspal yang tidak rata. Menyusuri tiap celah yang ada, dan melakukan kapilerisasi.

Kuharap kau akan selalu menghargai pengorbananku. Dan pengorbanan ini tak akan berujung sia-sia. Meski kini tubuhku tengah tergeletak di aspal. Namun, masih dapat kurasakan nafasmu yang menyapu wajahku. Dan tangisanmu yang tak kunjung henti. Mengalir bersama darahku, dan pergi menjauh.

Dentingan besi, yang tak lain pisau lipatmu itu, menggetarkan bumi tempat kau duduk saat ini. Kuyakin tanganmu tengah melemah, hingga kau menjatuhkan pisau itu. Jangan kau lakukan hal bodoh untuk menyusulku. Mungkin sekarang kau sudah gila, karena telah kehilangan kekasihmu. Tapi itulah resiko. Aku mencintaimu, maka aku harus berkorban untukmu.

Aku ingin kau bahagia dengan hidupmu sendiri. Aku ingin kau tidak dalam bahaya lagi. Meski aku tak mampu melindungimu secara langsung. Tapi ingatlah, aku selalu melindungimu dari kejauhan. Lemah, tubuhku terasa lemah. Kurasakan persediaan darah yang kian menipis dalam tubuhku. Aku telah kehabisan darah itu tandanya. Aku akan benar-benar segera berpisah denganmu. Kini darah yang tengah menggenang di jalanan, cukup untuk persediaan darah rumah sakit dalam jangka waktu satu tahun.

“YABUUUUUU…… Kumohon jangan tinggalkan aku !!!”, teriakmu parau. Terdengar samar-samar di telingaku, yang sedang di ambang kematian.

Kini arwahku tengah melayang. Namun air mata tetap saja mengucur dari kedua mataku. Membasahi rambut hitammu. Dapatkah kau rasakan likuid bening itu? Aku telah pergi, pergi meninggalkan dunia, dan segala yang kucintai di dunia ini. Namun, satu pesanku, kuharap kau tak akan pernah melupakanku.

Kuburlah aku dalam hatimu. Izinkanlah, aku bersarang di hatimu. Menemanimu hingga kau menyusulku. Dan berhentilah menangis. Aku sudah benar-benar tersiksa saat ini. Tangisanmu membuatku semakin bersalah. Cukup sampai disini yang bisa aku lakukan untukmu. Semoga kau bahagia, kekasihku. Selamat tinggal, karena ini adalah…

… My Last Sacrifice

I’ll stand by you…
Oh~ I’ll stand by you…
I’ll stand by you…


..: OWARI :..


Kyaaaa…. Gimana? Gatot banget kan? Ancur yaaa? Hiksss… Please do comment ya, karena saya sangat membutuhkan comment, biar bisa memperbaiki penulisan saya ke depannya. Menerima segala bentuk comment, terserah mau ngomong apa…XD *ngabur ke rumah yuuto*. Dan lagu credit ke mbak Carrie Underwood hehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post your comments